PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA SEBAGAI DASAR PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA
oleh; Eka Safitri
Mempelajari bahasa merupakan suatu aktivitas yang sangat
panjang dan kompleks dan bukanlah serangkaian langkah mudah yang bisa diamati
atau diprogram dalam sebuah panduan ringkas. Apapun yang manusia lakukan
sewaktu berkumpul dengan temannya dalam berbagai aktivitas seperti bermain,
bertengkar, dan aktivitas lainnya manusia tidak lepas dari aktivitas bertutur
kata. Kemampuan bahasa inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya,
seringkali kita mendengar ungkapan bahwa manusia adalah speaking animal (hewan
yang berbicara).
Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang unik dengan
sendirinya, manusia sebagai pengguna bahasa dianggap sebagai organisme yang
melakukan aktivitas untuk mencapai ranah psikologi, baik kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Menurut Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 5,
Nomor 2, Desember 2016 Alam Budi Kusuma : Pemerolehan Bahasa Pertama secara
reseptif (kemampuan menyimak dan membaca) ataupan produktif (kemampuan
berbicara dan menulis) tentunya melibatkan ketiga ranah tersebut. Pada dasarnya
kemampuan pemerolehan bahasa sangat berkaitan erat antara kemampuan yang satu
dengan kemampuan yang lainnya yaitu antara reseptif dan produktif.
Pemerolehan Bahasa Pertama atau Bahasa Ibu merupakan
proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak mulai dari ketika dia
memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya
dibedakan dari pembelajaran bahasa ( language learning). Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak
mempelajari bahasa kedua, setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran
bahasa berkenaan dengan bahasa kedua. Namun banyak juga yang menggunakan
istilah pemerolehan bahasa untuk bahasa kedua menurut Abdul Chaer, Psikolinguistik:Kajian Teoretik,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 167.
Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir,
meskipun dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak
memiliki performansi dalam bahasa. Performansi adalah kemampuan anak
menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses,
yaitu proses pemahaman dan proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman
melibatkan kemampuan mengamati dan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar,
sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat
sendiri. Selanjutnya menurut Chomsky
bahwa pemakai bahasa mengerti struktur dari bahasanya yang membuat dia dapat
mengkreasi kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung jumlahnya dan membuat dia
mengerti kalimat-kalimat.
Kompetensi pemerolehan bahasa pertama merupakan pengetahuan
intuitif yang dimiliki seorang individu mengenai bahasa ibunya (native
languange). Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada, tetapi dikembangkan
pada anak sejalan dengan pertumbuhannya, sedangkan performansi adalah sesuatu
yang dihasilkan oleh kompetensi. Hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana
strategi si anak dalam memperoleh bahasa pertamanya dan apakah setiap anak
memiliki strategi yang sama dalam memperoleh bahasa pertamanya? Berkaitan
dengan hal ini, Dardjowidjojo, menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli
kini berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya
dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh
biologi dan neurologi manusia yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik
yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat
dilahirkan. Di samping itu, dalam bahasa juga terdapat konsep universal
sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang
tombol serta kabel listrik, mana yang dipencet, itulah yang akan menyebabkan
bola lampu tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa
ditentukan oleh input sekitarnya. Proses Pemerolehan Bahasa Pertama Perlu untuk
diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1
dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam
beberapa factor menurut Soenjono
Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia (Jakarta:
Yayasan Obor, 2005), hal. 243-244 dalam jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam,
Volume 5, Nomor 2, Desember 2016 121 Alam Budi Kusuma : Pemerolehan Bahasa
Pertama tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari
bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada
ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia. Pengetahuan mengenai
pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat dari buku-buku
harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik. Oleh
karena itu, tahap-tahap pemerolehan bahasa ini adalah tahap linguistik yang
terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling); (2) tahap
satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram
(telegraphic speech). Vokalisasi Bunyi Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai
mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang
dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau vokal. Fromkin dan
Rodman menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak dapat dianggap sebagai bahasa.
Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini adalah
bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing. Setelah tahap
vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran yang
memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak
dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at menyebutkan bahwa tahap ocehan ini
terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan sedangkan Dardjowidjojo menyebutkan
bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan. Tidak hanya itu ada juga
sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai dengan 10
bulan. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada
perkembangan neurologi seorang anak. Begitu anak melewati periode mengoceh,
mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang merupakan balok bangunan yang
dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar bagaimana mengucapkan
sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba
menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori
hypothesis-testing. Menurut Fromkin
Victoria dan Robert Rodman An
Introduction to Language (Florida: Harcourt Brace Jovanovich Collage, 1993),
hal. 395. Pada pemerolehan Bahasa Pertama teori ini anak-anak menguji coba
berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting.
Tahap celoteh ini penting artinya karena anak mulai belajar menggunakan bunyi-bunyi
ujaran yang benar dan membuang bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak
mulai menirukan pola-pola intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa. Tahap
Satu-Kata atau Holofrastis Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12
dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak
untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula
seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna
yang sama. pada usia ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar
berkaitan dengan makna dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Menurut
pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai
tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau
suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk
memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu
terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m,p,s,k dan
vokal-vokal seperti a,i,u,e,o. Tahap Dua-Kata, Satu Frase Tahap ini berlangsung
ketika anak berusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai
muncul seperti mama mam dan papa ikut. Pada tahap ini pula anak sudah mulai
berpikir secara “subjek + predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti
infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak
itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani
mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata
benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya. Ujaran
Telegrafis Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda
(multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah
mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar.
Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara
pengucapan katakata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa. Pada usia dini
dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan caranya
sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar
bahasa dengan cara menirukan. Namun, hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak
tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa
meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan
dengan “He go out”. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak belajar
dengan cara penguatan (reinforcement), artinya kalau Fromkin Victoria dan Robert Rodman.. An
Introduction to Language........ hal. 403 Jurnal Komunikasi dan Pendidikan
Islam, Volume 5, Nomor 2, Desember 2016 125 Alam Budi Kusuma : Pemerolehan
Bahasa Pertama seorang anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat
penguatan dalam bentuk pujian, misalnya bagus, pandai, dsb. Jadi pemerolehan
bahasa pertama( B1) itu sangat penting
sebagai dasar pemerolehan dan perkembangan bahsa kedua (B2) dengan berbagai
strategi pemerolehan bahasa yang berbeda-beda, karena pada dasarnya manusia itu
hidup didasari dengan bahasa guna mempermudah untuk berkomunikasi antar sesama.
Leave a Reply